Wednesday, March 12, 2014

Sembunyi

“Rupanya di kota ada juga tempat menanangkan seperti ini,” seseorang bersuara, membuyarkan lamunan yang nyaris membawaku pergi jauh dari hidup yang sangat tidak menguntungkan ini.
Aku menoleh dan terkejut setengah mati mendapati salah seorang teman sekolahku tengah berjalan menghampiriku. Panik. Aku memutar leherku seraya menyapu sekitar dengan mata tajam ke seluruh arah, 360 derajat tanpa ada celah sedikit pun.
“Aku sendiri,” ia menjawab kepanikanku. Gadis itu lalu duduk di sampingku dan melepas pandangannya jauh ke depan. Ia menghela nafas. “Kau berkontemplasi di sini rupanya,” ucapnya kemudian.
Aku tersenyum sinis. Picik sekali menyebut persembunyian dengan kata kontemplasi. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanyaku.
Ia menoleh. “Seperti apa yang sedang kau lakukan,” jawabnya, lalu tersenyum.
Alih-alih menanggapi jawabannya yang menurutku tidak lucu, aku diam sambil menerka-nerka apa tujuan orang yang tengah duduk di sampingku datang ke sini. Kukira aku akan berada di sini sendirian sampai mati.
“Kau tidak ingin tahu bagaimana keadaan sekolah?” ia bertanya.
“Tidak,” jawabku. “Tapi kalau kau datang ke sini untuk mengabariku, lakukan saja,” aku menambahkan.
“Sekolah sangat kacau,” ucapnya.
Sudah kuduga.
“Setiap hari polisi datang dan melakukan pemeriksaan. Para murid berlomba-lomba mencari perhatian agar dimintai keterangan. Kepala sekolah sibuk dengan segala macam pencitraan. Kakak sulung Garry beberapa kali datang ke sekolah dan mengamuk mencari pembunuh adik satu-satunya itu. Dan dua orang yang paling dicurigai tidak terlihat di sudut bagian mana pun sekolah.”
Aku tertawa. Jangan tanya apa yang kutertawakan. Aku juga tidak tahu.
“Pulanglah! Katakan apa yang sebenarnya terjadi,” orang disebelahku berkata sambil menatap sendu mataku.
Aku tersenyum sinis. “Kau datang ke sini untuk mengatakan itu?”
“Sampai kapan kau akan terus berada di sini?”
“Sampai kau mengatakan pada polisi tentang tempat ini,” jawabku. “Setelah itu aku akan mencari tempat lain. Aku punya banyak tempat bagus untuk ber...kontemplasi.”
Ia menimpali kalimatku dengan senyuman lemah. Ia menarik nafas dalam, menghirup udara yang jernih dan sangat segar tanpa campuran karbon monoksida sesedikit apa pun, lalu menghembuskannya. Gadis itu memandang pemandangan di depannya dengan tatapan kosong. “Aku bertengkar dengannya sebelum kejadian itu,” tiba-tiba ia bercerita. “Ia terus menyebutkan kesalahan yang pernah ayahku lakukan. Ia terus menghina ayahku. Ia bilang, hidup anak mantan narapidana sepertiku pasti akan berakhir di penjara juga.”
Anak mantan narapidana? Aku mengernyit. Apa ia sedang bercanda? Tapi wajahnya benar-benar serius dan tidak terlihat seperti orang yang sedang bergurau.
“Aku baik-baik saja jika orang lain menghinaku. Tapi aku tidak bisa menahan emosi jika yang dihina adalah ayahku,” ucapnya. Ia lalu tersenyum lirih. Senyum yang tampak begitu menyakitkan. “Jadi aku membunuhnya,” ia melanjutkan sambil menoleh ke arahku.
Aku terkejut mendengar kalimat terakhirnya. Jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Hanya sesaat, sebelum setelah itu aku mulai tertawa kecil, tertawa sedikit lebar, terus tertawa hingga terbahak-bahak.
Lucu.
“Kenapa kau tertawa?” tanyanya keheranan.
“Kau ini sedang melucu?” tanggapku. “Aku memang pria pengecut. Tapi kau tahu, aku bersembunyi bukan karena takut polisi akan mengira bahwa aku yang membunuh Garry. Aku tidak takut pada polisi ataupun keluarga Garry. Aku menghindar dari Alan. Aku satu-satunya orang yang ada di tempat kejadian. Aku satu-satunya saksi kunci. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri saat Alan mengeksekusi Garry. Alan pasti tidak akan membiarkanku hidup. Dia tipe orang yang bisa melakukan apa saja,” paparku menjelaskan. "Lucu sekali pengakuanmu itu." Aku tertawa lagi.
“Aku tahu. Karena itu pulanglah,” ia menanggapi.
Aku mengerutkan kening. Tak mengerti.
“Aku bukan bercerita tentang Garry, tapi tentang Alan,” ucapnya.
Oh, tentang Alan. Aku membulatkan mulut. Kukira…. Tunggu, tentang Alan? Maksudnya….
“Dan anak itu benar juga, hidupku sepertinya akan berakhir di penjara.”

2 comments:

  1. ef.this.shit

    YOU GOT ME AGAIN THIS TIME!!!!
    suka sama twist yang keren dan bedanya!!!
    tertitu tipu banget -___-

    ReplyDelete
  2. maaciiiiihhhhhhh.
    beda apanya? aku ngerasa ini cerita yang emang risti banget gitu kayaknya. dari dulu kayak gini kan.........

    ReplyDelete

About Me

My photo
Tangerang, Banten, Indonesia
bukan penulis, bukan pengarang, hanya pecinta keduanya.