Sementara aku? Aku hanya melihatnya dari kejauhan. Tidak terlalu jauh, sebenarnya. Tapi juga tidak terlalu dekat untuk membuatnya menyadari sepasang mataku yang tak henti mengawasi sambil terus memuji.
Lamat-lamat, kutatap setiap sketsa keindahan yang melukiskan wajahnya yang menenangkan. Kelopak mata nyaris tak bergaris yang setiap satu kali berkedip, satu bunga yang mati mekar kembali. Hidung mungil yang setiap kali menghirup nafas, gerombolan karbon dioksida berharap dapat merubah diri mereka menjadi O2. Bibir bening merah muda yang bagian bawahnya kerap kali ia gigit seraya mengimbangi konsentrasi goyangan tangannya di atas sebuah buku berukuran A3. Menggambar. Ia senang sekali menggambar. Setiap sore di taman kota ini.