Friday, October 19, 2012

Drama


Namaku Dion, dan perempuan yang sedang menangis di sampingku adalah Safira. Kau bisa memanggilnya Fira, atau Safi dengan aksen Sunda jika kau sedang kesal padanya. SAPI!!!
Pertunjukan selesai, tirai panggung ditutup, dan lampu teater dinyalakan. Wajah Fira benar-benar banjir air mata. Lebih menyeramkan dari yang kukira. Aku mengernyit. “Kenapa nangis? Ini kan, cuma drama!” ucapku sambil berdiri.
Fira ikut berdiri. “Kan, sedih Yon,” jawabnya sambil mengusap-usap wajahnya.
Lebay banget.
“Tapi tetep aja cuma drama!”
“Walaupun drama, tetep aja sedih!” ia memelototiku. Seram.

“Lo belum ngasih tau gue alesan jelas kenapa lo pegat sama Razka loh, Fir,” ucapku sambil berjalan menuju coffee shop yang berada di seberang gedung kesenian kota tempatku baru saja menamani Fira menyaksikan pertunjukan drama yang kata Fira sih, nyentuh banget. Aku bermain game hampir di sepanjang pertunjukan. Ssstt, jangan beri tahu Fira tentang ini!
Fira menghela nafas. “Gak kenapa-kenapa,” jawabnya, lalu membetulkan posisi topinya yang sebenarnya tidak perlu dibetulkan. Kayak gitu tuh, kalo lagi bohong.
“Bener-bener gara-gara gue ya, Fir?” tanyaku.
Fira menghentikan langkahnya, membuatku juga berhenti. Ia menghela nafas, lagi. Kali ini ia menggenggam kedua tali tas ranselnya. “Gue lagi pengen makan cheese cake ukuran jumbo, Yon,” ucapnya. “Bayarin ya!” lanjutnya sambil tersenyum selebar-lebatnya, lalu melanjutkan perjalanan begitu saja tanpa menunggu persetujuanku.
Aku ikut menghela nafas, sebelum setelah itu menggerakkan kakiku lagi.
Mungkin aku agak jahat pada Razka. Laki-laki itu menyukai Fira sejak pertama kali mereka bertemu di sebuah bimbingan belajar saat liburan kenaikan kelas 11 dulu, berarti sudah setengah tahun. Dan seminggu yang lalu Fira memutuskan hubungan mereka, di hari ke-33 masa kebersamaan mereka. Ya, baru sebulan pacaran.
Eh, ralat. Aku tak pernah menyuruh Fira memutuskan Razka. Aku hanya pernah menyarankannya sekali, eh dua kali, eh atau tiga kali ya? Ah, pokoknya aku pernah beberapa kali mengatakan bahwa Razka bukan laki-laki yang baik untuk Fira. Razka itu terlalu keras, dan sepertinya ia tipe pria pengekang. Belum keliatan sih, ya namanya juga baru sebulan.
Fira adalah sahabatku sejak kecil, oleh karena itu aku merasa bertanggung jawab padanya. Aku tidak bisa membiarkan ia bersama laki-laki yang salah. Dan untungnya, aku bisa membaca dengan baik mana laki-laki yang baik atau pura-pura baik, atau bahkan memang tidak baik sama sekali. Razka memang sangat manis, menurutku, aku pernah mengatakan itu pada Fira. Tapi ia bukan tipeku. Razka merokok dan aku benci laki-laki perokok, membuatku malas mendekati bibirnya.
***
Hari ini aku berada di gedung kesenian yang sama. Bukan, kali ini bukan untuk bermain game. Hari ini aku menemani Fira yang sedang mengadakan general rehearsal untuk pertunjukan nanti malam. Ini pentas pertamanya. Akhirnya ia terpilih menjadi salah satu pemain yang ikut dalam pertunjukan, walaupun peran yang ia dapat tidak terlalu penting, menurutku. Tapi kalau bukan karena Fira, mungkin aku tidak akan menonton pertunjukan ini nanti malam. Jadi mereka harus berterima kasih pada Fira karena ada satu orang yang membeli tiket hanya untuk menontonnya. Oh, mungkin dua. Kurasa Razka juga akan menonton malam ini.
Aku masih tak habis pikir kenapa anak itu menyukai drama. Kepura-puraan. Ya, walaupun Fira memang sedikit introvert seperti tipe O pada umumnya dan membuatku harus bekerja lebih keras untuk membaca keadaan hati dan pikirannya yang terkadang sulit, atau bahkan sama sakali tidak mau ia ungkapkan. Tapi apakah tertutup berarti harus berpura-pura? Apa ia sengaja mempelajari ilmu kepura-puraan ini untuk menutupi dirinya sendiri? Ah, Sapi!
Aku sedang duduk di bangku barisan paling depan bersama beberapa orang, sedikit, tak lebih dari dua puluh. Beberapa orang juga bolak-balik di sekitar panggung, sebagian seperti pernah kulihat wajahnya, mungkin di televisi, atau aku pernah bermimpi bertemu dengan mereka. Ah, entahlah, lagi pula aku tak peduli.
Sudah satu bulan setelah Fira pegat dengan Razka. Kelihatannya ia baik-baik saja, sekali lagi, kelihatannya. Tapi aku tau, sedikit-sedikit ia masih suka mengingat Razka. Siapa juga yang bisa begitu saja melupakan pria semanis Razka. Ya, manis. Razka adalah salah satu pria termanis yang pernah kulihat. Kulitnya sawo matang, alisnya tebal, dan ada kumis tipis melintang diatas bibirnya. Untung ia perokok, jadi aku tidak berminat sama sekali padanya. Bahaya kalau aku harus menyukai pacar sahabatku sendiri. Ya walaupun sekarang sudah berganti status menjadi mantan.
Fira memang baik-baik saja, kuyakin. Ia bilang, ia sedang dekat dengan seseorang yang sekarang sedang berada di gedung ini. Katanya sih, tokoh yang menjadi teman baiknya di dalam drama ini. Itu salah satu alasanku datang kesini. Mau liat gebetan Fira kayak gimana. Semanis Razka kah? Atau lebih tampan?
Ah, kenapa Fira harus menyukai teman baiknya dalam drama? Kenapa bukan teman baiknya di kehidupan nyata? Kenapa bukan aku? Atau jangan-jangan ia memang menyukaiku? Ah…. Aku tertawa geli menanggapi pikiranku sendiri. Benar-benar menggelikan.
Eh, itu Fira! Akhirnya ia muncul. Tapi mana teman dekatnya? Mana laki-laki yang ia suka itu? Aku tak sabar melihatnya! Dan itu dia!!! Orang itu!
***
Aku masih duduk terdiam di tempatku saat tirai tertutup. Lampu tidak dinyalakan seperti saat pertunjukkan kerena memang tidak dimatikan. GR sudah selesai, tapi aku tak beranjak atau bahkan menggerakkan tubuhku sedikitpun dari tempatku duduk.
Aku masih tak percaya dengan apa yang kulihat. Ini drama macam apa? Aku sampai tak sadar membasahi pipiku dengan air mata. Keparat! Air mataku!
Tak lama, Fira datang menghampiriku. “Gimana, Yon?” tanyanya ceria. “Keren kan?”
Aku membuang muka. Marah.
Fira menghela nafas, aku bisa mendengarnya dengan jelas. Dan kurasa ia mengerti mengapa aku mencampakkan kalimatnya.
“Fir, breafing dulu yuk!” orang itu, orang yang disukai Fira itu datang menghampiri dan mengulurkan tangannya pada Fira.
Aku melirik pada orang itu, sebentar, lalu kembali membuang pandanganku sambil berusaha keras menahan diri agar tidak kelepasan menangis seperti tadi.
“Kenapa nangis?” tanya Fira. “Ini kan, cuma drama!” tambahnya sambil tersenyum, senyum yang kuyakin pasti sangat pahit, walau aku hanya melihatnya samar-samar dari pinggir mataku. Ia lalu pergi setelah sebelumnya meraih tangan orang itu dan berjalan bergandengan tangan meninggalkanku.
Aku terpukul. Ternyata orang itu tidak sama sekali tampan. Ia bahkan cantik, sangat cantik. Fira, aku marah! Hanya aku yang boleh tersesat. Tidak kau! Keparat!

7 comments:

  1. endingnya udah tertebak sih. prequel ini...

    tapi aku baru tau dion ternyata baik banget!
    damn! he's so kind!

    btw, di sini aku nggak dapet emosinya. tapi tetep aja ceritanya keren sekeren mobil sport dua seat idamanku :p

    ReplyDelete
  2. Emang ini agak gak niat sih liat aja dikit banget kan haha.
    Cuma buat jadi batu loncatan aja ke cerita yang terakhir hahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. MANA CERITA TERAKHIRNYA MANA? AKU BUTUH CERITA TERAKHIRRR

      Delete
    2. Jangan gitu ah jadi takut ngepost nya -_- ceritanya biasa aja jangan berekspektasi ketinggiaaaaaaaannnnnn hhhh

      Delete
    3. aku jarang kok berekspektasi kalo baca sesuatu. *kalo nonton sesuatu, baru. haha*

      ayo buruan di post!!

      Delete
    4. iye coming soon masih ragu di ending-_-

      Delete
    5. aduh penasaran sama ending terus ini cerita mau dibawa kemana. aaa.

      Delete

About Me

My photo
Tangerang, Banten, Indonesia
bukan penulis, bukan pengarang, hanya pecinta keduanya.