Ayah
Saat
pintu rumahmu tertutup, jendela kamarku terbuka
Ketika
matamu terpejam, aku baru bisa melihat
dunia
Kau
tertidur, aku terjaga
Batinku
skeptis, bertanya, apa kau benar-benar tertidur?
Ayah, aku bahkan tidak mendengar kau mendengkur
Dan…
sejak kapan kau terlelap dengan bibirmu yang membiru?
Kelu seperti itu
Ayah
awalnya aku bertanya, mengapa kau tidak tersenyum?
Katanya…
aku bisa tertawa kapan saja saat berada di sampingmu?
Tapi
untuk apa? Kau bahkan tidak membuka mata walau hanya sedetik untuk melihatku
Ayah,
kau harus tau
Aku
masih hidup meniti detik yang bergulir dengan pelik
Aku
masih berdiri melawan elegi yang melantun sarkastis penuh duri
Aku
masih bertahan melewati waktu meski terus dihantam rindu
Rindu…
apa kau merasakan itu?
Apa
kau merasakan juga apa yang orang-orang sebut sebagai rindu?
Yang
menderu
Parau
Perih
Ah,
jangankan merdu, aku bahkan tak bisa merasakan melodi apapun dalam alunan desau
rindu
Apalagi
sahdu, yang ada justru pilu
Ya,
sekarang kau tau kan, betapa aku menikmati rindu itu?
Kau
tau betapa aku mencintai perasaan sakit kehilanganmu?
Kau
tau betapa aku suka pernah didera luka saat kau pulang ke pangkuan-Nya?
Ayah,
kau tau kau adalah laki-laki yang paling kusayangi di seluruh belahan dunia
Ayah, kau tau aku selalu mencarimu untuk berbagi semua cerita
Ayah, kau tau kau… ah, aku bahkan sulit meredusir desir hati yang terus
berkonvergensi menuju bait-bait kisah yang kita habiskan bersama
Maka kubiarkan
semua perasaanku teragregasi dalam tabung dialegtik
Kuhela
nafas berkali-kali berharap detak jantungku tak lagi fluktuatif
Tapi
sulit…
Ayah,
kau tau betapa aku ingin memelukmu dari belakang?
Bisakah?
Kencang,
berharap cinta dan rindu yang bergemuruh di hatiku tersalur melalui pori-pori
punggungmu
Menyeruak
dan lalu melekat erat di setiap bilik paru-parumu
Paru-paru…
Apa kabar paru-parumu?
Masihkah ia mengeluh karna kau selalu menghisap asap memuakkan itu?
Lalu
ayah, apa kabarmu?
Apa
kau merasa sepi? Sunyi? Terikat sakitnya kesendirian sampai kau seakan ingin
mati…
Ingin
mati…
Tunggu,
Kau
tidak akan mati hanya karena merindukanku
Aku
yang akan mati
Suatu
hari
Setelah
semua janji terpenuhi
Ayah,
begitu banyak pesan yang kau tinggalkan untukku
Begitu
tinggi kepercayaan yang kau sandarkan padaku
Aku
harus apa?
Tertidur?
Lalu bermimpi…
Ah…
Ayah,
hari ini aku hanya…
Ah Ayah,
selamat ulang tahun…
Putrimu, Risti.
No comments:
Post a Comment